Selasa, 04 Juni 2013

Solusio Plasenta

Solusio Plasenta Adalah terlepasnya plasenta yang implantasinya normal pada uterus sebelum janin lahir. Klasifikasi Klinis Solusio Plasenta : 1. Solusio Plasenta Ringan 2. Solusio Plasenta Sedang 3. Solusio Plasenta Berat Etiologi Solusio Plasenta Hingga kini belum diketahui dengan jelas. Tapi terdapat beberapa keadaan tertentu yang menyertai yaitu: • Umur yang tua • Multiparitas • Hipertensi yang di induksi oleh kehamilan atau hipertensi kronik • Preterm prematur ruptur membran • Trauma eksternal • Kebiasaan merokok • Minum alkohol • Narkotika (kokain) • Leiomyoma uteri : khususnya yang terdapat dibawah implantasi plasenta Gambaran Klinis o Solusio Plasenta Ringan Terjadi ruptur sinus marginalis, bila terjadi perdarahan pervaginam warna merah kehitaman, perut terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Tetapi bagian - bagian janin masih teraba. o Solusio Plasenta Sedang Plasenta telah lepas ¼ sampai dengan 2/3 luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan seperti pada solusio plasenta ringan atau mendadak dengan gejala : sakit perut terus menerus, yang tidak lama disusul oleh perdarahan pervaginam. Dinding uterus teraba tegang terus menerus, nyeri tekan, bagian - bagian janin sukar diraba, BJA sukar didengar dengan stetoskop biasa. Sudah dapat terjadi kelainan pembekuan darah dan ginjal o Solusio Plasenta Berat Plasenta telah lepas lebih 2/3 permukaannya, terjadi tiba - tiba, ibu syok, janin meninggal. Uterus tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu. Besar kemungkinan telah terjadi gangguan pembekuaan darah dan ginjal. Diagnosis Solusio Plasenta Kehamilan yang lebih dari 22 minggu yang disertai dengan gejala - gejala o Sakit perut terus - menerus o Nyeri tekan pada uterus o Uterus tegang terus - menerus o Perdarahan pervaginam o Syok o BJA tak terdengar o Palpasi sukar karena rahi keras / tagang o Fundus uteri makin lama makin naik (pada tipe perdarahan tersembunyi) o VT ketuban tegang terus menerus (karena isi rahim bertambah) Komplikasi  Perdarahan Tipe perdarahan : o Perdarahan keluar o Perdarahan tersembunyi o Perdarahan keluar dan tersembunyi  Kelainan pembekuan darah Terjadi 10 % pada solusio plasenta dengan hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen normal 300 - 700 mg%, pada ibu hamil aterm 450 mg%. Apabila kadar fibrinogen < 100 mg%, akan terjadi gangguan pembekuan darah  Oliguri Kemungkinan disebabkan oleh hipovolemia dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Terjadi pada solusio plasenta sedang dan berat  Gawat janin sampai kematian janin Penatalaksanaan Solusio Plasenta Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus sebelum janin lahir. Definisi ini hanya berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin lebih dari 500 gram. Penatalaksanaan Terhadap Komplikasi Atasi Syok o Infus larutan NS/RL untuk restorasi cairan, berikan 500 cc dalam 15 menit pertama dan 2 L dalam 2 jam pertama. o Ganti darah yang keluar dengan darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat koagulopati Tatalaksana oliguria atau nekrosis Tubuler Akut Tindakan restorasi cairan, dapat memperbaiki hemodinamika dan mempertahankan fungsi ekskresi sistema urinaria. Tetapi bila syok terjadi cepat dan telah berlangsung lama (sebelum dirawat), umumnya akan terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan oliguria (produksi urin < 300 cc/jam). Pada kondisi yang lebih berat dapat terjadi anuria yang mengarah pada nekrosis tubulus renalis. Setalah restorasi cairan, lakukan tindakan untuk mengatasi gangguan tersebut. Untuk mengatasi gangguan tesebut :  Furosemid 40mg dalam 1 L kristaloid dengan 40-60 tetes permenit  Bila belum berhasil, gunakan manitol 500 cc dengan 40 tetes permenit Atasi Fibrinogenemia o Restorasi cairan / darah sesegera mungkin dapat menghindarkan tejadinya koagulopati o Lakukan uji beku darah, untuk menilai ungsi pembekuan darah (penilaian tidak langsung kadar ambang fibrinogen) dengan cara :  Ambil darah vena 2 cc, masukkan kedalam tabung kemudian observasi  Genggam bagian tabung yang berisi darah  Setelah 4 menit, miringkan tabung untuk melihat lapisan koagulasi dipermukaan  Lakukan hal yang sama setiap menit  Bila bagian permukaan tidak membeku dalam waktu 7 menit, maka diperkirakan titer fibrinogen dianggap dibawah nilai normal (krisis)  Bila terjadi pembekuan tipis, yang mudah robek bila tabung dimiringkan, keadaan ini juga menunjukan kadar fibrinogen dibawah ambang normal o Bila darah segar tidak dapat segera diberikan, berikan plasma beku segar (15 cc/kg) o Bila plasma beku segar tidak ada, berikan kriopresipitat fibrinogen o Bila perdarahan masih berlangsung (koagulopati) dan trombosit dibawah 20.000 berikan konsentrat trombosit Sumber: http://akubidan.com/index.php?p=elearning&mod=yes&aksi=lihat&id=61

Satuan Acara Penyuluhan

SATUAN ACARA PENYULUHAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN PERTOLONGAN PERTAMA PENYAKIT DIARE PADA BAYI DAN BALITA A. Judul (Topik) Pencegahan dan pertolongan pertama penyakit diare pada bayi dan anak balita B. Sasaran Ibu-ibu yang mempunyai bayi dan anak balita C. Waktu Pelaksanaan Minggu, 26 Mei 2013 pukul 10.30 WIB D. Tempat Balai Dusun Balong E. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan tentang diare pada bayi dan balita, ibu-ibu mampu melakukan pencegahan dan penanggulangan diare secara benar. 2. Tujuan Khusus Setelah megikuti kegiatan penyuluhan ibu-ibu dapat: a. Menjelaskan pengertian diare b. Menyebutkan penyebab terjadinya diare c. Menyebutkan tanda gejala diare d. Mengetahui tanda kekurangan cairan e. Menjelaskan cara pencegahan diare f. Mampu memberikan pertolongan pertama pada bayi balita yang terkena diare F. Materi Penyuluhan 1. Pengertian diare 2. Penyebab diare 3. Tanda dan gejala diare 4. Tanda kekurangan cairan 5. Cara pencegahan diare 6. Pertolongan pertama pada bayi balita yang terkena diare G. Metode 1. Ceramah 2. Demonstrasi 3. Tanya jawab H. Media 1. LCD 2. Power point 3. Gelas dan sendok 4. Air putih 5. Gula 6. Garam I. Jadwal Kegiatan Penyuluhan NO Kegiatan Materi Waktu 1. 2. 3. 4. Pembukaan Ceramah dan Demonstrasi Evaluasi Penutup a. Perkenalan b. Penyampaian judul materi c. Kontrak waktu a. Pengertian diare b. Penyebab diare c. Tanda dan gejala diare d. Tanda kekurangan cairan e. Cara pencegahan diare f. Pertolongan pertama pada bayi balita yang terkena diare g. Demonstrasi pembuatan oralit h. Memberikan kesempatan bertanya Pertanyaan lisan a. Pengertian diare b. Penyebab diare c. Tanda dan gejala diare d. Tanda kekurangan cairan e. Cara pencegahan diare f. Pertolongan pertama pada bayi balita yng terkena diare g. Mendemonstrasikan pembuatan oralite Kesimpulan Mengucapkan salam 2 menit 17 menit 9 menit 2 menit EVALUASI Pertanyaan : 1. Apa yang dimaksud dengan diare ? 2. Sebutkan penyebab diare ! 3. Sebutkan tanda dan gejala diare ! 4. Sebutkan tanda-tanda kekurangan cairan ! Jawaban : 1. Diare adalah suatu gangguan saluran pencernaan berupa perubahan frekuensi buang air besar serta bentuk dan konsistensi tinja yaitu frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari, tinja lebih encer atau cair, peningkatan berat tinja lebih dari 200 gram perhari. 2. Penyebab diare : a. Faktor instrinsik Faktor intrinsik atau faktor penjamu antara lain: genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologis, kekebalan, maupun sifat-sifat dari manusia itu sendiri. b. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik berasal dari faktor lingkungan baik berupa lingkungan fisik, biologis, maupun sosial ekonomi, termasuk didalamnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. 3. Tanda dan gejala diare : Mual dan muntah, panas, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam 4. Tanda kekurangan cairan : • Rasa haus • Hilangnya selera makan • Turunnya berat badan • Kulit, bibir dan lidah kering. • Mata tampak besar dan cekung. • Menangis tetapi tidak keluar air mata. • Tubuh lemah. • Suara lemah, sulit bernafas. • Nadi lemah dan cepat. • Perabaan kulit dingin. • Air kencing sedikit dan berwarna lebih gelap atau anak jarang kencing. • Tanda – tanda penurunan kesadaran atau disertai kejang. MATERI DIARE PADA BAYI DAN BALITA Diare merupakan salah satu penyakit yang dapat menyebabkan dehidrasi. Diare di negara – negara berkembang merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan kematian pada anak, oleh sebab itu WHO sampai saat ini masih berjuang untuk mengatasi adanya diare dan sampai sekarang ini sudah menunjukan adanya kemajuan dalam mengurangi adanya kasus diare. Diare adalah suatu gangguan saluran pencernaan berupa perubahan frekuensi buang air besar serta bentuk dan konsistensi tinja yaitu frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari, tinja lebih encer atau cair, peningkatan berat tinja lebih dari 200 gram perhari. Menurut Suharyono (1991), penyebab terjadinya diare dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: a. Faktor instrinsik Faktor intrinsik atau faktor penjamu antara lain: genetik, umur, jenis kelamin, keadaan fisiologis, kekebalan, maupun sifat-sifat dari manusia itu sendiri. b. Faktor ekstrinsik Faktor ekstrinsik berasal dari faktor lingkungan baik berupa lingkungan fisik, biologis, maupun sosial ekonomi, termasuk didalamnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Selain faktor-faktor diatas, sifat-sifat mikro organisme sebagai agen penyebab penyakit juga merupakan faktor penting dalam proses timbulnya penyakit infeksi. Sifat-sifat mikro organisme tersebut antara lain: patogenitas, virulensi, tropisme, serangan terhadap penjamu, kecepatan berkembang biak, kemampuan menembus jaringan, kemampuan memproduksi toksin dan kemampuan menimbulkan kekebalan. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala diare adalah mual dan muntah, panas, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam (Depkes, 1992). Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu: berat badan menurun, turgor berkurang. Dapat juga terjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, dan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik (PetrusA, 1990). Adapun tanda – tanda bahaya seseorang yang mengalami kekurangan cairan tubuh yaitu: 1. Rasa haus 2. Hilangnya selera makan 3. Turunnya berat badan 4. Kulit, bibir dan lidah kering. 5. Mata tampak besar dan cekung. 6. Menangis tetapi tidak keluar air mata. 7. Tubuh lemah. 8. Suara lemah, sulit bernafas. 9. Nadi lemah dan cepat. 10. Perabaan kulit dingin. 11. Air kencing sedikit dan berwarna lebih gelap atau anak jarang kencing. 12. Tanda – tanda penurunan kesadaran atau disertai kejang. Pencegahan Diare Menurut (Depkes, 1992), pencegahan peredaran bahaya diare sesungguhnya dapat dilakukan oleh segenap lapisan masyarakat, yaitu dengan cara: a. Membiasakan diri berperilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari. b. Membuang hajat pada jamban. c. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan higienis. d. Meningkatkan daya tahan tubuh melalui peningkatan status gizi. e. Penggunaan air yang tepat untuk kebersihan dan minuman yang bebas dari kuman. f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan. Akibat diare tubuh kehilangan banyak air dan garam. Orang dapat meninggal akibat kekurangan air dan garam yang terlalu banyak, terutama pada bayi dan anak. Bila menemui seseorang yang memiliki kriteria dan tanda – tanda seperti diatas. Maka pertolongan pertama yang perlu dilakukan adalah : 1. Memberi larutan oralit atau penggantinya misalnya larutan gula garam. 2. Asi tetap diberikan bila anak masi menyusu. 3. Memberi makanan lunak dan mudah dicerna dengan kadar cairan yang lebih banyak. Jika diare yang dialami anak tidak juga sembuh atau semakin parah maka harus segera dibawa ke Unit Pelayanan Kesehatan. Bila anak menderita diare dan belum menderita dehidrasi, segera berikan minum sebanyak 10 ml per kilogram berat badan setiap kali mencret agar cairan tubuh yang hilang bersama tinja dapat diganti untuk mencegah terjadinya dehidrasi, sehingga mencegah terjadinya kematian. Sebaiknya diberikan cairan oralit yang telah tersedia di pasaran saat ini seperti oralit 200 ml, oralit I liter, Oralit-200 dan Pharolit-200 dan juga larutan oralit siap minum seperti Pedialyte dan Renalyte. Bila tidak tersedia, dapat pula digunakan larutan yang dapat dibuat di rumah seperti larutan garam-gula atau larutan garam-tajin. Tabel 1. Cara membuat larutan garam-gula dan larutan garam-tajin Larutan Garam-Gula Larutan Garam-Tajin Bahan terdiri dari 1 sendok teh gula pasir, seperempat sendok teh garam dapur dan 1 gelas (200 ml) air matang. Setelah diaduk rata pada sebuah gelas diperoleh larutan garam-gula yang siap digunakan. Bahan terdiri dari 6 (enam) sendok makan munjung (100 gram) tepung beras, 1 (satu) sendok teh (5 gram) garam dapur, 2 (dua) liter air. Setelah dimasak hingga mendidih akan diperoleh larutan garam-tajin yang siap digunakan. Bila telah terjadi dehidrasi, minumkanlah oralit 50-100 ml (tergantung berat ringannya dehidrasi) per kilogram berat badan dalam 3 jam untuk mengobati dehidrasi dan bila masih mencret oralit terus diberikan seperti di atas, yaitu 10 ml per kilogram berat badan setiap mencret. Tabel 2. Pengobatan diare di rumah Derajat dehidrasi Jenis cairan Jumlah cairan Jadwal pemberian Belum dehidrasi • Cairan rumah tangga atau oralit • 10 ml per kg berat badan setiap kali mencret • 24 jam Dehidrasi ringan • Oralit • 50 ml per kgbb • 10 ml per kgbb tiap mencret • 3 jam • 24 jam Dehidrasi sedang • Oralit • 100 ml per kgbb • 10 ml per kgbb tiap mencret • 3 jam • 24 jam Dehidrasi berat Segera dibawa ke Puskesmas atau RS karena anak perlu mendapat infuse Sumber buku Suriadi dan Rita Yuliani (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 1. Jakarta : Sagung Seto. Ngastiyah. (2000). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC. Rosa M Sacharin. (1999). Prinsip Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

Infeksi Perinatal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun atau lebih, yaitu 1/3 terjadi dalam 1 bulan pertama setelah kelahiran dan sekitar 80 % kematian neonatal ini terjadi pada minggu pertama, menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya; serta perilaku ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang belum mendukung perilaku hidup bersih dan sehat. Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan. Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup. BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa neonatal, intranatal dan postnatal. Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi juga lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibanding dengan bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan (imunitas) transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain. Terhadap kuman yang berasal dari orang lain ini bayi tidak memiliki imunitas. B. Macam - macam infeksi pada neonatus 1. Tetanus neonatorum 2. CMV 3. Virus herpes simplex C. Etiologi Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Escherichia coli, Pseudomonas pyocyaneus, Klebsielia, Staphylococcus aureus, dan Coccus gonococcus. Infeksi ini bisa terjadi pada saat antenatal, intranatal, dan postnatal. 1. Infeksi antenatal Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan ketika kuman masuk ke tubuh janin melalui sirkulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan akhirnya ke dalam sirkulasi darah umbilikus. Riwayat kehamilan yang meningkatkan resiko bayi terinfeksi, diantaranya adalah infeksi pada ibu selama kehamilan seperti TORCH,ekslampsia,diabetes melitus, penyakit bawaan pada ibu. 2. Infeksi intranatal Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika mikroorganisme masuk dari vagina, lalu naik dan kemudian masuk ke dalam rongga amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban yang pecah lebih dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi pula walaupun air ketuban belum pecah,yaitu pada partus lama yang sering dilakukan manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage (melebarkan jalan lahir dengan jari penolong). Infeksi dapat pula terjadi melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina, misalnya pada Blennorhoe. 3. Infeksi postnatal Infeksi pada periode postnatal dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril, tindakan yang tidak antiseptik atau dapat pula terjadi akibat infeksi silang, misalnya pada tetanus neonatorum, omfalitis dan lain-lain. D. Diagnosis Diagnosis infeksi tidak mudah karena tanda khas seperti yang terdapat pada bayi lebih tua sering kali tidak ditemukan, diagnosis dapat dibuat dengan pengamatan yang cermat. Diagnosis dini dapat dibuat apabila terdapat kelainan tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi umum. E. Insiden Sepsis neonatorium adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Terjadi kurang dari 1% pada bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri ini 5x lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2x lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Penyebabnya adalah infeksi bakteri. Beberapa kasus sepsis pada bayi baru lahir yang disebut dengan sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu. Mikroorganisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran, seperti perdarahan, demam atau infeksi pada ibu, ketuban pecah lebih dari 12 jam sebelum persalinan, dan proses persalinan yang lama. Risiko terjadinya sepsis meningkat pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan perdarahan atau infeksi pada ibu. F. Tanda dan Gejala Gejala infeksi yang umumnya terjadi pada bayi yang mengalami infeksi perinatal adalah sebagai berikut : 1. Bayi malas minum 2. Gelisah dan mungkin juga terjadi letargi 3. Frekuensi pernapasan meningkat 4. Berat badan menurun. 5. Pergerakan kurang 6. Muntah 7. Diare 8. Sklerema dan oedema 9. Perdarahan, ikterus dan kejang 10. Suhu tubuh dapat jormal, hipotermia, atau hipertermi. G. Jenis Infeksi karena bakteri pada bayi baru lahir dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu sebagai berikut : 1. Infeksi bakteri sistemik Apabila bayi tampak mengantuk/letargi atau tidak sadar, kejang disertai satu tanda infeksi, gangguan nafas, malas minum atau tidak bisa minum dengan atau tanpa muntah, bagian tubuh merah dan mengeras,ubun-ubun cembung, suhu bisa panas atau dingin. 2. Infeksi bakteri lokal berat Apabila ditemukan nanah didaerah mata,telinga, tali pusat atau umbilikus kemerahan dan meluas sampai kekulit perut,bernanah serta ada kerusakan kulit . 3. Infeksi bakteri lokal Apabila ada nanah keluar dari mata dalam jumlah sedikit,daerah tali pusat dan umbilikus kemerahan, berbau busuk dan terjadi sedikit kerusakan kulit. H. Komplikasi 1. Hipoglikemia, asidosis metabolik 2. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intrakranial 3. Ikterus/kern ikterus I. Penanganan Penanganan secara umum bayi yang mengalami infeksi, diantaranya adalah : 1. mempertahankan tubuh bayi tetap hangat 2. ASI tetap diberikan atau diberi air gula 3. injeksi antibiotik berspektrum luas sesuai dosis dan terarah 4. perawatan sumber infeksi. Pemberian antibiotik yang berlebihan dan tidak terarah dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang tahan terhadap antibiotik serta tumbuhnya jamur yang berlebihan seperti candida albicans. Pengobatan pada klasifikasi infeksi bakteri sistemik, adalah sebagai berikut : a. Lakukan penanganan kejang apabila ditemukan tanda dan gejala kejang b. Lakukan penanganan gangguan pernafasan bila dijumpai gangguan pernafasan c. Lakukan penanganan hipotermi apabila ditemukan hipotermi d. Pertahankan kadar gula darah agar tidak turun e. Berikan dosis antibiotik pertama secara intramuskuler f. Beri penjelasan ibu agar bayi tetap hangat g. Lakukan rujukan segera. Pengobatan pada klasifikasi infeksi bakteri lokal berat, adalah sebagai berikut: a. Berikan dosis antibiotik pertama secara intramuskuler b. Berikan antiseptik lokal sesuai daerah yang terkena. Pengobatan pada klasifikasi infeksi bakteri lokal, adalah sebagai berikut : 1) Berikan dosis antibiotik pertama secara oral. 2) Berikan penjelasan dan ajari ibu cara perawatan infeksi lokal 3) Lakukan asuhan dasar bayi muda 4) Berikan penjelasan kapan sebaiknya bayi dibawa ke petugas kesehatan 5) Berikan penjelasan kunjungan ulang setelah hari kedua. J. Konseling untuk keluarga 1. Konseling keluarga pada bayi dengan infeksi mata : a. Cuci tangan sebelum mengobati b. Bersihkan kedua mata tiga kali sehari dengan kapas atau kain basah dengan air hangat c. Berikan salep/tetes mata tetrasiklin pada kedua mata d. Cuci tangan setelah selesai pengobatan dan lakukan terus sampai kemerahan sembuh. 2. Konseling keluarga untuk pengobatan infeksi kulit atau pusar di rumah : a. Cuci tangan sebelum mengobati b. Bersihkan nanah dan krusta dengan air matang dan sabun secara hati-hati c. Keringkan daerah sekitar luka dengan kain bersih dan kering d. Oleskan Gentian Violet 0,5% atau proviodin iodine atau salep yang mengandung neomisin dan basitrasin e. Cuci tangan setelah selesai pengobatan dan lakukan terus sampai kemerahan sembuh. DAFTAR PUSTAKA 1. Budi Nike Subakti, dkk. Buku Saku Managemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan. Jakarta : EGC, 2007. 2. FK_UI. Ilmu Kesehatan Anak. 1985 3. Cunningham (2006). Obstetri Williams. Alih Bahasa : dr. Andy Hartono, dkk. Jakarta. EGC. 4. Bonny, D Mila, M (2005). 40 Hari Pasca Persalinan : Masalah dan Solusinya, Jakarta, Puspa Suara. 5. Abdul Bari Saifudin, dkk (2008). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Uterotonik

UTEROTONIK Uterotonik adalah zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik banyak digunakan untuk induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan post partum, pengendapan perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala III persalinan. Uterotonik yang bisa digunakan ada 3 macam, yaitu : 1. Metergin, merupakan alkaloid ergot. Mekanisme / cara kerja  Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga memperpendek kala III.  Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer dan rahim.  Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik dan terjadi efek oksitosuk pada kandungan mature. Indikasi  Oksitosik  Sebagai stimultan uterus pada perdarahan paska persalinan atau paska abortus. Efek samping  Kontraksi uterus Kontraksi dapat terjadi begitu kuat sehingga resiko retensio plasenta akan meningkat. Keadaan ini disebabkan oleh kontraksi segmen bawah uterus yang terjadi berurutan sehingga perlepasan plasenta terhalang.  Diare dan muntah Kerja metergin menyerupai kerja dopamin yang kerap kali menimbulkan mual dan muntah pada 20-30 % ibu melahirkan.  Penglihatan kabur, sakit kepala, kejang, diare, hipotermi, nadi lemah dan cepat, bingung, koma, meninggal. Kontra indikasi  Persalinan kala I dan II.  Hipersensitif.  Penyakit vascular.  Penyakit jantung parah.  Fungsi paru menurun.  Fungsi hati dan ginjal menurun.  Hipertensi yang parah. Cara pakai dan dosis  Oral mulai kerja setelah sepuluh menit.  Injeksi intravena mulai kerja 40 detik.  IM mulai kerja 7-8 menit. Hal ini lebih menguntungkan karena efek samping lebih sedikit. • Dosis :  Oral 0,2-0,4 mg , 2-4 kali sehari selama 2 hari.  IV / IM 0,2 mg , IM boleh diulang 24 jam bila perdarahan hebat. 2. Oksitosin Pengertian Oksitosin merupakan hormone peptide yang disekresi oleh pituitary posterior yang menyebabkan ejeksi air susu pada wanita dalam masa laktasi. Oksitosin diduga berperan pada awal kelahiran. Mekanisme / cara kerja Bersama dengan faktor-faktor lainnya oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :  Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin.  Konstriksi pembuluh darah umbilicus.  Kontraksi sel-sel miopital ( refleks ejeksi ASI ). Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik ( ADH ). Untuk menyebabkan:  Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah 9 diastolik karena terjadinya vasodilatasi.  Retensi air. • Catatan : Oksitosin dan hormon anti diuretic memiliki rumus bangun yang sangat mirip sehingga menjelaskan mengapa fungsi kedua substansi ini saling tumpang tindih.  Kerja oksitosin yang lain meliputi : kontraksi tuba fallopi untuk membantu pengangkutan sperma, luteolitis (involusi korpus luteum), peranan neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat. Oksitosin disintesis dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus. Mulai dari usia kehamilan 32 minggu. Selanjutnya, konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktifitas uterus akan lebih tinggi pada malam harinya, (Hirst etal,1993). Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh :  Persalinan.  Stimulasi serviks vagina atau payudara.  Estrogen yang beredar dalam darah.  Peningkatan osmolalitas / konsentrasi plasma.  Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi darah. Stres Stres dalam persalinan dapat memacu partus presipitatus yang dikenal dengan istilah refleks ejeksi fetus. Stres yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi produksi ASI. Pelepasan oksitosin disupresi oleh :  Alcohol.  Relaksin.  Penurunan osmolalitas plasma.  Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah (Graves, 1996). Indikasi  Oksitosik.  Mengurangi pembengkakan payudara. Efek samping  Spasme uterus (pada dosis rendah).  Hiper stimulasi uterus 9 membahaykan janin : kerusakan jaringan lunak / rupture uterus.  Keracunan cairan dan hiporatremia (pada dosis besar).  Mula, muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.  Kontraksi pembuluh darah tali pusat.  Kerja antidiuretik.  Reaksi hipersensitifitas. Kontra indikasi  Kontraksi uterus hipertonik.  Distres janin.  Prematurisasi.  Letak hati tidak normal.  Disporposi sepalo pelvis.  Predisposisi lain untuk pecahnya rahim.  Obstruksi mekanik pada jalan lahir.  Preeklamasi atau penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yang berusia 35 tahun.  Resistensi dan mersia uterus.  Uterus yang starvasi.  Gawat janin. Cara pakai dan dosis  Untuk induksi persalinan intravena 1-4 m U/menit dinaikkan menjadi 5-20 m U /menit sampai terjadi pola kontraksi secara fisiologis. Untuk perdarahan uteri pasca partus, ditambahkan 10-40 unit pada 1 L dari 5 % dextrose, dan kecepatan infuse dititrasi untuk mengawasi terjadinya atonia uterus.  Kemungkinan lain adalah, 10 unit dapat diberikan secara intramuskuler setelah lahirnya plasenta. Untuk menginduksi pengaliran susu, satu tiupan ( puff ) disemprotkan ke dalam tiap lubang hidung ibu dalam posisi duduk 2-3 menit sebelum menyusui. 3. Misoprostol Pengertian Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat sekresi asam lambung dan menaikkan proteksi mukosa lambung. Mekanisme / cara kerja  Setelah penggunaan oral misoprostol doabsorbsi secara ekstensif dan cepat dide-esterifikasi menjadi obat aktif : asam misoprostol.  Kadar puncak serum asam misoprostol diareduksi jika misoprostol diminum bersama makanan. Indikasi  Oksitosik.  Menstimulus kontraksi uterus. Efek samping  Dapat menyebabkan kontraksi uterin.  Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40% pasien dengan AINS yang menerima 800µg / hari. Diare biasanya akan membaik dalam kurang lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunakan misoprostol kadang-kadang mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau perdarahan vaginal. Kontra indikasi  Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena resiko aborsi. Pasien-pasien harus diberitahu untuk tidak memberikan misoprostol kepada orang lain. Pasien-pasien yang menerima terapi jangka lama AINS untuk reumotoid arthritis, misoprostol 200µg qid lebih baik daripada antagonis reseptor H2 atau sukralfat dalam mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh AINS. Walaupun demikian misoprostol tidak menghilangkan nyeri G1 atau rasa tidak enak yang dihubungkan dengan penggunaan AINS. Cara pakai dan dosis  Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 µgqid. Diberikan bersama makanan, jika dosis ini tidak ditilerir : 100µg qid dapat digunakan.  Bentuk sediaan : tablet 100,200µg. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan diklofenak. Referensi : Kee, Joyce L & Hayes, Evelyn R (1993). Pharmacology : A nursing process approach (dr. Peter Anugerah, pengalih bahasa.).Jakarta : EGC, 1996 Purwanto, SL., Istiantoro, Yati., Kurnia, Yasavati., Sembiring, SU., Effendi, R., & kamil (1992). Data obat di Indonesia edisi 8.Jakarta : PT Grafinda Jaya Diposkan oleh eva pratama di 00:58 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook 0 komentar:

Kasus Distosia Bahu (etika kebidanan)

KAJIAN KASUS Seorang ibu dengan hamil TERM G382 Ao hendak melahirkan di BBS. Pemeriksan kehamilan (ANC) rutin di Klinik tempat ibu bekerja dan sudah disarankan untuk melahirkan di Rumah Sakit karena TFU sudah 40 cm dan hasil USG TBY ±4,2 kg. Ketika sudah tiba waktunya untuk bersalin, keluarga menyarankan untuk melahirkan ke tempat bidan terdekat, karena kehamilan sebelumnya juga melahirkan ke BPS tersebut. Sesudah sampai di BPS, bidan tersebut sanggup menerima karena merasa mampu menolong karena riwayat pesalinan sebelumnya juga bisa ditolong di tempatnya. Ketika dalam proses persalinan terjadi distasia bahu, kepala bisa lahir, tetapi bahu tidak bisa lahir, akhirnya bidan merujuk ke Rumah Sakit, tetapi sampai di Rumah Sakit bayi meninggal dan dilahirkan secara spontan dengan berat bayi lahir 5,3 kg. Analisa Kasus Faktor yang sangat berpengaruh saat kita mau melahirkan adalah factor kepercayaan dan kenyamanan pada siapa dan dimana kita akan melahirkan. Artinya pada seseorang bidanpun kalau memang kondisi ibu dan bayinya tidak bermasalah dan sang ibu merasa percaya dan nyaman akan baik-baik saja. Hanya yang perlu diperhatikan adalah seorang bidan mempunyai keterbatasan dalam melakukan tindakan, walaupun dia mampu secara ilmu pengetahuan dan pengalamannya. Ada beberapa tindakan yang hanya boleh dilakukan oleh seorang bidan saat menolong persalinan. Jika sang bidan tetap melakukan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, itu sudah termasuk malpraktek kecuali bidan yang praktek ditempat yang terpencil dan tidak ada dokter atau tempat rujukan sangatlah jauh dari tempat praktek bidan dan persalinan sudah harus dilakukan. Tapi jika memungkinkan maka segera lakukan tindakan rujukan karena kadang bidan apalagi yang sudah senior merasa yakin dan bisa melakukan tindakan yang dilaran dan terjadi sesuatu hal, maka itu akan jadi masalah besar. Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa : 1. Aspek Hukum Bidan X melanggar kode etik kebidanan, karena menolong persalinan bukan wewenang bidan melainkan wewenang dokter obsgyn. Di mata masyarakat bidan X dianggap malpraktek karena menyebabkan kematian pada bayi. Walaupun bidan X sudah menawarkan untuk dirujuk tetapi pasien dan keluarga tidak mau tetapi tidak ada bukti penolakan untuk dirujuk. Sehingga bidan X menerima sanksi hukum berupa : - Penjara - Denda sebanyak 1 M Bidan tidak bisa diberikan kewenangan dalam melakukan tindakan menolong persalinan distosia bahu karena bidan X secara Undang-Undang Kesehatan dan Etika Profesi tidak mempunyai kewenangan untuk memberikan pertolongan persalinan patologis. Bidan tidak mempunyai kewenangan dalam menolong persalinan distosia bahu karena risiko yang ditimbulkannya sangat besar, secara hak pasien telah dirugikan, terutama tentang persyaratan pasien memperoleh pelayanan kesehatan secara aman. Dalam kasus tertentu pasien tidak memperoleh hak secara utuh dalam memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan karena kelalaian/kesalahan diagnosis bidan X sehingga pasien tidak bisa menentukan atau menolak pelayanan apa yang sebaiknya diperolehnya. Jika bidan melakukan pertolongan persalinan distosia bahu akan memperoleh sangsi hukum sesuai Undang-Undang Kesehatan yang dilanggar serta sangsi Administratif tentang pelanggaran Kode Etik dan Profesi Kebidanan 2. Aspek Etika Bidan X kurang dalam menyampaikan informasi dan motivasi tentang kondisi pasien, terutama tentang alasan dirujuk, bahayanya bila tidak dirujuk, menjelaskan tentang kewenangan bidan. Sebagai bidan harus mempunyai pengtahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya. Bidan harus mampu meyakinkan pasien dan keluarga tentang kondisi pasien dan tindakan yang dilakukan sehingga pasien dan keluarga mengerti dan mau melakukan apa yang disarankan bidan. Dalam hal ini bidan X telah melanggar kode etik. 3. Aspek Moral Bidan X menganggap hal itu sudah biasa dilakukan karena dengan pengalaman yang sudah puluhan tahun praktek tiada terjadi apa-apa. Dengan melakukan pertolongan persalinan distosia bahu dan sendiri merupakan pelanggaran moral (tidak bermoral), karena mengesampingkan akibat yang akan terjadi.   Kesimpulan Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan atau tindakan yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan pasien. Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komperhensif dan berkualitas. Informed Choice Ibu bidan sudah memberikan pilihan, karena diperkirakan bayi besar lebih baik persalinan dilakukan di Rumah Sakit, karena resiko kalau lahir di BPS terjadi kemacetan dalam melahirkan bahu. Informed Consent Tidak dilakukannya Informed Consent Langkah Penanganan I. Memberi tahu/konseling ke pasien dan keluarga - Pendekatan secara individu. - Mengingatkan pada ibu dan keluarganya agar ke depan lebih peka dalam pengambilan keputusan. - Mengajak pada ibu dan keluarganya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan, kita kembalikan semua kepada-Nya. II. Bagi Bidan - Dari puskesmas (wilayah setempat) mengadakan audit secara lisan dan tertulis. - Pembinaan oleh bidan koordinator puskesmas … IBI Ranting / IBI Cabang. - Audit maternal prenatal untuk mempresentasikan kasus yang terjadi.

Myometritis

MYOMETRITIS Definisi Myometritis / Metritis Metritis adalah radang myometrium. Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian. Penyakit ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan terjadinya seperti endometritis. PATOFISIOLOGI Pada postpartum sering terdapat luka. ± luka pada serviks uteri, lika dinding uterus bekas tempat plasenta, yang merupakan parte digunakan pada aborsi dan partus tidak steril yang dapat membawa kuman ke dalam uterus bagi kuman-kuman pathogen. Klasifikasi a. Metritis Akut Metritis akut biasanya terdapat pada abartus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak berdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini myometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses. b. Metritis Kronis Metritis kronis adalah diagnosis yang dahulu banyak di buat atas dasar menometrorargi dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea akan tetapi pembesaran uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat kelamin. Bila pengobatan telambat atau kurang adekuat dapat menjadi : 1. Abses pelvic 2. Peritonitis 3. Syok septic 4. Dispareunia 5. Thrombosis vena yang mendalam 6. Emboli pulmonal 7. Infeksi pelvic yang menahun 8. Penyumbatan tuba dan infertilitas Faktor Predisposisi - Infeksi abartus dan partus - Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim - Infeksi post curettage Gejala-gejala Gejala metritis yaitu: a. Demam b. Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau c. Sakit pinggang d. Nyeri abdomen Komplikasi Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti : • Parametritis (infeksi sekitar rahim) • Salpingitis (infeksi saluran otot) • Ooforitis (infeksi indung telur) • Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur. Penatalaksanaan Terapi Myometritis a. Antibiotik spectrum luas - Ampisilin 2 gram IV/6 jam - Metromidasol 500 mg IV/8 jam b. Protilaksi Anti Tetanus c. Evakuasi sisa hasil konsepsi Manajemen - Antibiotik kombinasi - Tranfusi sisa di perlukan   KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN PADA KANDANG GENETALIA INTERNA MYOMETRITIS 1. PENGKAJIAN A. Data Subjektif 1) Identitas Klien Meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa. 2) Keluhan Utama Ibu mengatakan nyeri abdomen, keluar keputihan yang berbau tidak sedap, serta demam. 3) Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang Ibu mengatakan tidak sedang menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantung, dan kencing manis. Ibu juga mengatakan tidak sedang menderita penyakit menlar seperti paru-paru dan hati. b. Riwayat Kesehatan Yang Lalu Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantung, dan kencing manis. Ibu juga mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti paru-paru dan hati serta tidak pernah menderita penyakit tumor sebelumnya. Ibu mengatakan pernah mengalami keguguran dan kemudian dikuret. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti darah tinggi, jantungdan kencing manis. Ibu juga mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti paru-paru dan hati. 4) Riwayat Obstetri a. Riwayat Menstruasi • Menarche : Terjadinya haid yang pertama kali, menarche terjadi pada usia pubertas, yaitu 12-16 tahun (Mochtar : 1999). Usia 10-16 tahun, rata-rata 12,5 tahun (Sarwono R, 1994:104). Usia 13-16 tahun (Manuaba, 1998:86). • Siklus Haid : Siklus haid yang klasik adalah ±28 hari, sedangkan pola haid dan lamanya pendarahan tergantung pada tipe wanita dan biasanya 3-8 hari. • Dismenore : tidak / ya (normalnya : tidak gatal dan tidak berbau) b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas • Untuk riwayat kehamilan dinyatakan hamil dan pernikahan yang ke berapa, berapa umur kehamilannya, pernah keguguran atau tidak, apabila pernah keguguran dilakukan kuret atau tidak, dan ada atau tidak penyakit yang menyertai kehamilan. • Untuk riwayat persalinan, dinyatakan jenis persalinannya, bagaimana persalinannya, normal ata operasi atau dengan alat, siapa yang menolong persalinannya, dimana dan apakah ada penyulit persalinan atau tidak, juga dinyatakan berapa berat lahir bayi, jenis kelaminnya, panjang badan dan apabila anak hidup berapa usianya sekarang, dan bila mati apa penyebabnya. • Untuk riwayat nifas, apakah nifasnya berjalan normal ataukah ada kelainan, penyulit atau tidak, menyusui atau tidak. 5) Pola Kebiasaan Sehari-hari a. Pola Nutrisi Wanita dengan status nutrisi yang buruk lebih rentan terhadap penyakit. b. Pola Aktivitas Wanita dengan aktivitas yang berat dapat mempengaruhi kondisi tubuhnya. c. Pola Hygiene Wanita kurang menjaga personal hygiene terutama daerah genetalia yang rentan infeksi. d. Pola Seksual Ibu mengatakan sakit pada saat melakukan hubungan seksual pada daerah panggul. B. Data Objektif 1. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : baik/cukup Kesadaran : Composmentis / somnolen / koma TB / BB : TTV : TD : 110-170 mmHg N : > 100 x / menit S : > 37, 50 C RR : > 24 x / menit 2. Pemeriksaan Fisik Inspeksi Kepala : bersih, tidak ada keombe, rambut hitam Muka : pucat, simetris Mata : simetris, conjungtiva anemis (pucat), sclera tidak ikterik, pupil isokor Hidung : tidak ada polip, tidak ada secret Mulut dan Gigi : bibir merah muda, tidak ada caries dan tidak ada stomatitis Telinga : simetris, tidak ada serumen Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis Ketiak : tidak ada pembesaran kelenjar limfe Dada/Payudara : simetris, puting susu menonjol Abdomen : tidak ada pembesaran, tidak ada luka bekas operasi Genetalia : terdapat pengeluaran pervaginam berupa darah, terdapat fluor albus, kental dan berbau busuk Anus : tidak ada hemoroid Ekstremitas Atas : simetris, tidak ada gangguan pergerakan, CRT < 2 detik Ekstremitas Bawah: simetris, tidak ada gangguan pergerakan, tidak oedem, tidak ada varices Palpasi Kepala : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis Payudara : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan Abdomen : terdapat nyeri tekan dan terasa sakit pada perut Auskultasi Dada : tidak terdengar suara tambahan (jantung), tidak terdengar wheezing dan ronchi Perkusi Reflek Pattela : 3. Pemeriksaan Penunjang Hb : 2. INTERPRETASI DATA DASAR, DIAGNOSA DAN MASALAH Diagnosa : Ny. … usia … P.. A .. dengan Miometritis Ds : Ibu mengatakan nyeri abdomen, keluar keputihan yangberbau tidak sedap, serta demam Do : - TTV : TD : 110/70 – 130/90 mmHg S : >37, 50C N : >100x/menit RR : >24x/menit - Pemeriksaan Fisik Abdomen : terdapat nyeri tekan dan sakit pada perut Mata : conjungtiva anamis 3. IDENTIFIKASI DIAGNOSE DAN MASALAH POTENSIAL Mengantisipasi terjadinya Parametritis 4. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA Memberikan HE tentang : - Personal hygiene - Setia pada pasangan - Pergunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan seksual dengan suami seperti : kondom - Rutin memeriksakan diri dan pasangan ke dokter ahli kandungan - Segera hubungi dokter apabila gejala-gejala penyakit muncul 5. INTERVENSI Diagnose : Ny. … usia … P .. A … dengan Miometritis Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan keadaan umum ibu membaik Kriteria : - rasa sakit berkurang - ibu dapat menjaga personal hygiene Intervensi 1. Beritahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan. R/ ibu mengerti tentang kondisi kesehatannya. 2. Jelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya. R/ ibu mengerti tentang penyakit yang dideritanya. 3. Berikan dukungan emosional kepada ibu. R/ ibu mendapat dukungan. 4. Berikan ibu tablet penambah darah. R/ memperbaiki kondisi umum ibu. 5. Minta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan. R/ penanganan lebih lanjut. 6. IMPLEMENTASI 1. Memberitahukan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap dirinya. 2. Menjelaskan kepada ibu tentang kemungkinan penyakit yang dideritanya. 3. Memberikan dukungan emosional kepada ibu agar ibu tenang dan dapat menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang terjadi pada dirinya. 4. Memberikan ibu tablet penambah darah untuk memperbaiki kadar hemoglobinnya. 5. Meminta persetujuan ibu dan keluarga untuk dilakukannya rujukan. 7. EVALUASI Tanggal : Jam : S : Ibu mengatakan telah mengerti tentang penjelasan yang telah diberikan oleh bidan Ibu telah mengerti tentang kondisi kesehatannya. O : Ibu dapat mengulang kembali penjelasan. Ibu mengangguk tanda mengerti A : Ny. …, umur … tahun, P .. A …, dengan miometritis P : Mendampingi ibu saat dilakukannya rujukan.

PONED

Pengertian Poned (Penanganan Obstetri Neonatal Emergency Dasar) Pelayanan kesehatan primer yang beraplikasi pada : - Pertolongan persalinan minimal oleh bidan. - Pelayanan obstetri sedekat mungkin - Memberikan rujukan efektif menurunkan AKI 80 % Penerapan Poned di puskesmas (Rawat Jalan). Pembedayaan masyarakat melalui upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM). Pemantauan dengan cara survailans yaitu pemantauan yang dilakukan oleh kader, pengawasan penyakit melalui gejala dan tanda serta keadaan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, pelaporan yang cepat (kurang dari 24 jam). Cara mendapatkan : I. Ibu hamil dengan resiko tinggi: - Umur ibu < 20 atau > 35 tahun - TB < 145 cm - Sudah mempunyai anak > 4 - ANC < 4 x (tidak pernah periksa) - Riwayat penyakit, misal : Hipertensi, ashma - Kaki bengkak Pelayanan KIA di puskesmas 1) Pelayanan ANC (Standar Minimal) - Timbang - Tekanan darah - Toxoid tetanus lengkap - Tablet besi - Tes terhadap PMS - Temu wicara Bila menemukan ibu hamil dengan resiko tinggi, pemeriksaan harus lebih sering dan lebih intensif. 2) Melaksanakan system rujukan yang efektif ke Rumah Sakit (Dokter Obsgyn) Kedaruratan kesehatan masyarakat adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi kedaruratan kesehatan kegiatan berupa : - Melakukan pemetaan sederhana tentang kondisi dusun/desa yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dusun/desa. - Pada musim kemarau sumur pada kering, masyarakat merasa sulit mendapatkan air bersih yang bisa terjadi wabah diare. - Karena terjadi perubahan musim antara kemarau dan musim hujan sehingga perlu diadakan pemeriksaan jentik secara berkala (setiap tahun atau sesuai kondisi masyarakat/dusun setempat. - Menggerakkan masyarakat kebiasaan gotong royong dalam upaya pembuangan sampah dan limbah.